Rabu, 17 Juni 2009

Teater Tradisi DulMuluk


Cerita DulMuluk bersumber dari Sahibul Hikayat yang telah diadaptasikan dan disesuaikan dengan berbagai macam masalah sosial yang terdapat dalam masyarakat. Keberadaan teater tradisi Dulmuluk bermula dari kedatangan Wan Bakar ke Palembang pada awal abad ke-20. Pada malam-malam sehabis berniaga, pedagang keturunan Arab ini menggelar pembacaan kisah petualangan Abdul Muluk Jauhari, anak Sultan Abdul Hamid Syah yang bertakhta di Negeri Berbari. Kisah yang dicuplik dari buku Syair (Sultan) Abdul Muluk karangan penulis perempuan bernama Saleha itu ternyata menarik perhatian sebagian masyarakat Palembang. Sejak itu Wan Bakar kerap diundang untuk membacakan kisah-kisah tentang Abdul Muluk pada berbagai perhelatan seperti acara perkawinan, khitanan, atau syukuran saat pertama mencukur rambut bayi.
Dilihat dari perspektif sejarah kelahirannya, dalam pentas Dulmuluk, salah satu bentuk teater tradisi yang masih hidup dan berkembang di beberapa tempat di Sumatera Selatan. Keberaksaraan (literacy) malah mendahului kelisanan (orality). Fenomena ini sekaligus menunjukkan bahwa tradisi lisan dalam sejarah kebudayaan Nusantara, terutama di ranah kebudayaan Melayu, berkelindan dengan tradisi tulis. Satu situasi yang menurut pemikiran banyak ahli bisa digunakan sebagai salah satu pijakan untuk merunut sejarah perkembangan intelektualitas suatu bangsa. Dalam kasus teater tradisi Dulmuluk, fenomena itu bukan semata karena inspirasi penciptaannya berangkat dari teks-teks Melayu klasik. Di luar itu ada proses trial and error, semacam eksperimentasi, tentang bagaimana sebuah teks bisa tampil lebih menarik bila dihadirkan sebagai sebuah pertunjukan seni.
Seperti halnya kebanyakan teater tradisi di Nusantara, Dulmuluk tak cuma mengandalkan akting di atas panggung untuk menyampaikan pesan kepada penonton. Unsur nyanyian, musik, tari, gerak badan, pidato, dan komunikasi dengan audiens menjadi bagian tak terpisahkan dalam pentasannya. Setelah salah seorang tokoh seperti raja atau menteri melakukan dialog atau nyanyian, kemudian mereka memukul meja dengan menggunakan sebatang tongkat mengikuti irama musik dengan gerak-gerik seperti menari. Pada bagian tertentu dalam adegan-adegan tersebut dilakukan tarian yang biasanya mengikutsertakan penonton untuk ikut menari. Dul Muluk dipentaskan dari malam hingga menjelang pagi dengan di dukung oleh kelompok pemain musik antara lain pemain biola, gendang, tetawak (gong), jidur (gendang ukuran besar) dan beberapa alat lain sesuai kebutuhan cerita untuk memberilkan suasana.
Manusia sebagai makhluk sosial selalu mencari hubungan atau menjalin komunikasi dengan manusia lain, dalam rangka mengembangkan dan mengaktualisasikan diri. Kesenian juga mempunyai fungsi komunikatif, fungsi komunikatif terutama dapat ditemukan dalam seni musik, seni tari, seni drama, tetapi juga dalam seni lukis dan seni ukir. Justru usaha seorang seniman untuk mengkreasikan sesuatu yang baru, adalah usahanya untuk menyebarkan nilai pribadi yang masih atau sudah diterimanya dan diharapkan akan diterima positif oleh lingkungannya. Kemampuan mengembangkan dan mengaktualisasikan diri tersebut dapat dijadikan tolok ukur tingkat kedudukan seseorang dalam masyarakatnya untuk kepentingan tersebut, manusia senantiasa melakukan upaya-upaya dengan menggunakan potensi dan sumber daya yang dimilikinya agar menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakat dimana ia berada. Pada perkembangan selanjutnya, tidak jarang hasil karya dari seseorang diakui menjadi milik masyarakat dan memiliki fungsi tertentu bagi masyarakatnya.
Sebuah pertunjukan teater non-Barat seperti DulMuluk yang lebih mengangkat suatu peristiwa sosial dalam pertunjukannya. Maka sudah menjadi sebuah tanggung jawab untuk kita sebagai seniman yang diharapkan bisa mengolah dan memberi informasi berharga terhadap kehidupan sosial-budaya kita. Terkait keberadaan Dulmuluk sebagai bagian komponen seni pertunjukan rakyat yang kaya dengan pesan yang diharapkan akan diterima positif oleh lingkungannya. Kemampuan mengembangkan dan mengaktualisasikan diri tersebut dapat dijadikan tolok ukur tingkat kedudukan seseorang dalam masyarakatnya. Saya merasa bangga sebagai masyarakat jambi, karena teater tradisi DulMuluk sampai saat ini masih diminati oleh masyarakat masyarakatnta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar