Rabu, 17 Juni 2009

Sejarah Kuala Tungkal


Sebelum abad ke-17 di Tanah Tungkal ini sudah berpenghuni seperti Merlung, Tanjung Paku, Suban yang sudah dipimpin oleh seorang Demong, jauh sebelum datangnya rombongan 199 orang dari Pariang Padang Panjang yang dipimpin oleh Datuk Andiko dan sebelum masuknya utusan Raja Johor.
Kemudian memasuki abad ke-17 ketika itu daerah ini masih disebut Tungkal saja, daerah ini dikuasai atau dibawah Pemerintahan Raja Johor. Dimana yang menjadi wakil Raja Johor di daerah ini pada waktu itu adalah Orang Kayo Depati. Setelah lama memerintah Ornag Kayo Depati pulang ke Johor dan ia digantikan oleh Orang Kayo Syahbandar yang berkedudukan di Lubuk Petai. Setelah Orang Kayo Syahbandar kemudian diganti lagi oleh Orang Kayo Ario Santiko yang berkedudukan di Tanjung Agung (Lubuk petai) dan Datuk Bandar Dayah yang berkedudukan di Batu Ampar, daerahnya meliputi Tanjung rengas sampai ke Hilir Kuala Tungkal atau Tungkal Ilir sekarang.
Memasuki abad ke- 18 atau sekitar tahun 1841-1855 Tungkal dikuasai dan dibawah Pemerintahan Sultan Jambi yaitu Sultan Abdul Rahman Nasaruddin. Pada saat itu kesultanan Jambi mengirim seorang Pangeran yang bernama Pangeran Badik Uzaman ke Tungkal yaitu Tungka Ulu sekarang Kedatangannya disambut baik oleh orang Kayo Ario Santiko dan Datuk Bandar Dayah.
Setelah terbukanya kota Kuala Tungkal maka semakin banyak orang mulai datang, sekitar tahun 1902 dari suku Banjar yang berimigrasi dari Pulau Kalimantan melalui Malaysia. Mereka ini berjumlah 16 orang antara lain : H.Abdul Rasyid, Hasan, Si Tamin gelar Pak Awang, Pak Jenang, Belacan Gelar Kucir, Buaji dan kemudian mereka ini berdatangan lagi dengan jumlah agak lebih besar yaitu 56 orang yang dipimpin oleh Haji Anuari dan iparnya Haji Baharuddin, Rombongan 56 orang ini banyak menetap di Bram Itam Kanan dan Bram Itam Kiri. Selanjutnya datang lagi dari suku Bugis, Jawa, Suku Donok atau Suku Laut yang banyak hidup dipantai/laut, dan Cina serta India yang datang untuk berdagang .
Pada tahun 1901 kerajaan Jambi takluk keseluruhannya kepada Pemerintahan Belanda termasuk Tanah Tungkal khususnya di Tungkal Ulu yang Konteleir jenderalnya berkedudukan di Pematang Pauh. Sehingga pecahlah perperangan antara masyarakat Tungkal ulu dan Merlung dengan Belanda. Karena mendapat serangan yang cukup berat akhirnya pemerintah Belanda mengundurkan diri dan hengkang dari wilayah itu. Perperangan itu dipimpin oleh Raden Usman anak dari Badik Uzaman. Raden Usman kemudian wafat dan dimakamkan di Pelabuhan Dagang.
Selanjutnya muncullah Pemerintahan kerajaan Lubuk Petai yang dipimpin oleh Orang Kayo Usman Lubuk Petai kemudian membentuk pemerintahan baru. Pada waktu itu dibentuklah oleh H.Muhammad Dahlan Orang Kayo yang pertama dalam penyusunan pemerintahan yang baru.
Orang Kayo pertama ini pada waktu itu masih diintip dan diserang oleh rombongan dari Jambi. Ia diserang dan ditembak dirumahnya lalu patah. Maka bernamalah pemerintahan itu dengan Pemerintahan Pesirah Patah sampai zaman kemerdekaan. Dusun-dusun pada pemerintahan Pesirah Patah dan asal mula namanya adalah :
Ø Dusun Lubuk Kambing tadinya berasal dari Benaluh dan Lingkis.
Ø Dusun Sungai Rotan tadinya berasal dari dusun Timong dalam.
Ø Dusun Ranatu Benar tadinya berasal dari Riak Runai dan Air dan Air Talun.
Ø Dusun Pulau Pauh tadinya berasal dari kampung Jelmu pulau Embacang.
Ø Dusun Penyambungan dan Lubuk Terap berasal dari Suku Teberau.
Dusun Merlung tadinya berasal dari suku Pulau Ringan yang dibagi lagi dalam beberapa suku yaitu : Pulau Ringan, Kebon Tengah, Langkat, Aur Duri, Kuburan Panjang, Gemuruh, dan Teluk yang tunduk dengan Demong.
Ø Dusun Tanjung Paku tadinya berasal dari Tangga Larik.
Ø Dusun Rantau Badak tadinya berasal dari Dusun Lubuk Lalang dan Tanjung Kemang.
Ø Dusun Mudo tadinya Talang Tungkal dan Lubuk Petai.
Ø Dusun Kuala Dasal yang pada waktu itu belum lahir adalah dusun Pecang Belango.
Ø Dusun Badang tadinya berasal dari Badang Lepang di dalam.
Ø Dusun Tanjung Tayas tadinya berasal dari Bumbung.
Ø Dusun Pematang Pauh.
Ø Dusun Batu Ampar yang sekarang menjadi Pelabuhan Dagang.
Ø Dusun Taman Raja tadinya bernama Pekan atau pasar dari kerajaan Lubuk Petai. Kemudian disebut Taman Raja karena dulunya merupakan tempat pertemuan dan musyawarah raja Lubuk Petai dan raja Gagak.
Ø Dusun Suban tadinya berasal dari Suban Dalam.
Ø Dusun Lubuk Bernai tadinya Tanjung Getting dan Lubuk Lawas.
Ø Dusun Kampung Baru.
Ø Dusun Tanjung Bojo.
Ø Dusun Kebun.
Ø Dusun Tebing Tinggi.
Ø Dusun Teluk Ketapang.
Ø Dusun Senyerang.
Marga Tungkal Ulu :
Ø Pesirah MT.Pahruddin (195 Zaman pemerintahan Orang Kayo H..Muhammad Dahlan berakhir sampai sekitar tahun 1949, kemudian barulah gelar Orang Kayo berubah menjadi Pesirah sekitar tahun 1951. Sebelum Kabupaten Dati II Tanjung Jabung terbentuk, berada dalam Kewedanaan Tungkal yang memimpin beberapa Pesirah. Adapun para Pesirah di tanah tungkal ini dahulunya adalah :1-1953)
Ø Pesirah Daeng Ahmad anak dari H.Dahlan (1953-1959)
Ø Pesirah Zikwan Tayeb (1959-1967)
Ø 1969 masa transisi perubahan marga
Ø Syafei Manturidi (1969-1973)
Ø Adnan Makruf (1974-1982)
Marga Tungkal Ilir :
Ø Raden Syamsuddin (Pemaraf)
Ø M.Jamin
Ø Pesirah H.Berahim
Ø Pesirah Ahmad
Ø Pesirah Asmuni
Ø Pesirah H.M.Taher
Seiring bergulirnya perkembangan zaman berdasarkan keputusan Komite Nasional Indonsia (KNI) untuk Pulau Sumatera di Kota Bukit Tinggi (Sumbar) pada tahun 1946 tanggal 15 April 1946, maka pulau Sumatera di bagi menjadi 3 (tiga) Provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Tengah, Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Selatan, pada waktu itu Daerah Keresidenan Jambi terdiri dari Batanghari dan Sarolangun Bangko, tergabung dalam Provinsi sumatera Tengah yang dikukuhkan dengan undang – undang darurat Nomor 19 Tahun 1957, kemudian dengan terbitnya undang – undang Nomor 61 Tahun 1958 pada tanggal 6 januari 1958 Keresidenan Jambi menjadi Provinsi Tingkat I Jambi yang terdiri dari : Kabupaten Batanghari, Kabupaten Sarolangun Bangko dan Kabupaten Kerinci.
Pada tahun 1965 wilayah Kabupaten Batanghari dipecah menjadi 2 (dua) bagian yaitu : Kabupaten Dati II Batanghari dengan Ibukota Kenaliasam, Kabupaten Dati II Tanjung Jabung dengan Ibukotanya Kuala Tungkal. Kabupaten Dati II Tanjung Jabung diresmikan menjadi daerah kabupaten pada tanggal 10 Agustus 1965 yang dikukuhkan dengan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1965 (Lembaran Negara Nomor 50 Tahun 1965), yang terdiri dari Kecamatan Tungkal Ulu, Kecamatan Tungkal Ilir dan kecamatan Muara Sabak.
Setelah memasuki usianya yang ke-34 dan seiring dengan bergulirnya Era Desentralisasi daerah, dimana daerah di beri wewenang dan keleluasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, maka kabupaten Tanjung Jabung sesuai dengan Undang-undang No.54 Tanggal 4 Oktober 1999 tentang pemekaran wilayah kabupaten dalam Provinsi Jambi telah memekarkan diri menjadi dua wilayah yaitu :
1. Kabupaten Tanjung Jabung Barat Sebagai Kabupaten Induk dengan Ibukota Kuala Tungkal
2. Kabupaten Tanjung Jabung Timur Sebagai Kabupaten hasil pemekaran dengan Ibukota Pangkalan Bulian.

Teater Tradisi DulMuluk


Cerita DulMuluk bersumber dari Sahibul Hikayat yang telah diadaptasikan dan disesuaikan dengan berbagai macam masalah sosial yang terdapat dalam masyarakat. Keberadaan teater tradisi Dulmuluk bermula dari kedatangan Wan Bakar ke Palembang pada awal abad ke-20. Pada malam-malam sehabis berniaga, pedagang keturunan Arab ini menggelar pembacaan kisah petualangan Abdul Muluk Jauhari, anak Sultan Abdul Hamid Syah yang bertakhta di Negeri Berbari. Kisah yang dicuplik dari buku Syair (Sultan) Abdul Muluk karangan penulis perempuan bernama Saleha itu ternyata menarik perhatian sebagian masyarakat Palembang. Sejak itu Wan Bakar kerap diundang untuk membacakan kisah-kisah tentang Abdul Muluk pada berbagai perhelatan seperti acara perkawinan, khitanan, atau syukuran saat pertama mencukur rambut bayi.
Dilihat dari perspektif sejarah kelahirannya, dalam pentas Dulmuluk, salah satu bentuk teater tradisi yang masih hidup dan berkembang di beberapa tempat di Sumatera Selatan. Keberaksaraan (literacy) malah mendahului kelisanan (orality). Fenomena ini sekaligus menunjukkan bahwa tradisi lisan dalam sejarah kebudayaan Nusantara, terutama di ranah kebudayaan Melayu, berkelindan dengan tradisi tulis. Satu situasi yang menurut pemikiran banyak ahli bisa digunakan sebagai salah satu pijakan untuk merunut sejarah perkembangan intelektualitas suatu bangsa. Dalam kasus teater tradisi Dulmuluk, fenomena itu bukan semata karena inspirasi penciptaannya berangkat dari teks-teks Melayu klasik. Di luar itu ada proses trial and error, semacam eksperimentasi, tentang bagaimana sebuah teks bisa tampil lebih menarik bila dihadirkan sebagai sebuah pertunjukan seni.
Seperti halnya kebanyakan teater tradisi di Nusantara, Dulmuluk tak cuma mengandalkan akting di atas panggung untuk menyampaikan pesan kepada penonton. Unsur nyanyian, musik, tari, gerak badan, pidato, dan komunikasi dengan audiens menjadi bagian tak terpisahkan dalam pentasannya. Setelah salah seorang tokoh seperti raja atau menteri melakukan dialog atau nyanyian, kemudian mereka memukul meja dengan menggunakan sebatang tongkat mengikuti irama musik dengan gerak-gerik seperti menari. Pada bagian tertentu dalam adegan-adegan tersebut dilakukan tarian yang biasanya mengikutsertakan penonton untuk ikut menari. Dul Muluk dipentaskan dari malam hingga menjelang pagi dengan di dukung oleh kelompok pemain musik antara lain pemain biola, gendang, tetawak (gong), jidur (gendang ukuran besar) dan beberapa alat lain sesuai kebutuhan cerita untuk memberilkan suasana.
Manusia sebagai makhluk sosial selalu mencari hubungan atau menjalin komunikasi dengan manusia lain, dalam rangka mengembangkan dan mengaktualisasikan diri. Kesenian juga mempunyai fungsi komunikatif, fungsi komunikatif terutama dapat ditemukan dalam seni musik, seni tari, seni drama, tetapi juga dalam seni lukis dan seni ukir. Justru usaha seorang seniman untuk mengkreasikan sesuatu yang baru, adalah usahanya untuk menyebarkan nilai pribadi yang masih atau sudah diterimanya dan diharapkan akan diterima positif oleh lingkungannya. Kemampuan mengembangkan dan mengaktualisasikan diri tersebut dapat dijadikan tolok ukur tingkat kedudukan seseorang dalam masyarakatnya untuk kepentingan tersebut, manusia senantiasa melakukan upaya-upaya dengan menggunakan potensi dan sumber daya yang dimilikinya agar menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakat dimana ia berada. Pada perkembangan selanjutnya, tidak jarang hasil karya dari seseorang diakui menjadi milik masyarakat dan memiliki fungsi tertentu bagi masyarakatnya.
Sebuah pertunjukan teater non-Barat seperti DulMuluk yang lebih mengangkat suatu peristiwa sosial dalam pertunjukannya. Maka sudah menjadi sebuah tanggung jawab untuk kita sebagai seniman yang diharapkan bisa mengolah dan memberi informasi berharga terhadap kehidupan sosial-budaya kita. Terkait keberadaan Dulmuluk sebagai bagian komponen seni pertunjukan rakyat yang kaya dengan pesan yang diharapkan akan diterima positif oleh lingkungannya. Kemampuan mengembangkan dan mengaktualisasikan diri tersebut dapat dijadikan tolok ukur tingkat kedudukan seseorang dalam masyarakatnya. Saya merasa bangga sebagai masyarakat jambi, karena teater tradisi DulMuluk sampai saat ini masih diminati oleh masyarakat masyarakatnta.

Puisi